vajrayana
Wajrayana
Denominasi Agama Buddha
Etimologi
Istilah "Vajrayana" berasal dari kata vajra yang
dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar'
atau 'intan'. Vajra
melambangkan intan sebagai unsur terkeras di Bumi, maka istilah Vajrayana dapat
bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak dan tidak berubah (indestructible
and changeless Vehicle)".
Filosofi ajaran agama Buddha dapat dibagi dua: Hinayana/Pratimokshayana (salah
satunya Theravada) dan Mahayana.
Hinayana menekankan pada pencapaian sebagai Arahat,
sedangkan Mahayana pada pencapaian sebagai Bodhisattva.
Tantrayana yang merupakan bagian dari Mahayana juga sering dikenal dengan nama
jalan Boddhisattva. Hinayana dapat dibagi menjadi Vaibhashika dan Sautrantika. Sedangkan Mahayana dibagi menjadi Cittamatra dan Madhyamika.
Madhyamaka ini terdiri dari Rangtong (yang mencakup Sautrantika dan Prasangika)
dan Shentong (Yogacara-Madhyamaka). Keempat filosofi ajaran Buddha ini
(Vaibhasika, Sautrantika, Cittamatra, dan Madhyamika) telah ada sejak zaman Buddha Gautama,
muncul karena adanya perbedaan kepercayaan, perbedaan level pemahaman,
perbedaan pencapaian, dan realisasi dari para murid Buddha.
Ajaran Vaibhasika dan Sautrantika banyak
terdapat di Thailand, Burma, Sri Lanka, dan Kamboja.
Ajaran Cittamatra ini banyak ditemui di China, Taiwan, Jepang, Hongkong, Singapur, Malaysia, Indonesia, Tibet, dan
sekitarnya. Ajaran Utama Shentongpa merupakan bagian dari ajaran Madyamika,
yang percaya bahwa self-nature (sifat alami kita) sebenarnya tidaklah sekadar
kosong, karena self-nature (sifat alami kita) adalah Buddha-nature (inti benih
ke-Buddhaan), yang memiliki semua kualitas Buddha.
"śūnyatā
sarvadriṣṭīṇām proktā niḥsaraṇam jinaiḥ yeṣām tu śūnyatādṛṣṭtis tan asādhyan
babhāṣire"
"Para
Penakluk mengatakan bahwa (realisasi) Sunyata mengeliminasi semua pandangan.
Semua yang mencengkeram pandangan Sunyata itu dikatakan tidak dapat diobati."
-
Nagarjuna, Mūlamadhyamakakārikā 13.8
Mencengkeram
pandangan Sunyata ialah pandangan salah yang belum memahami sunyata. Di antara
semua pandangan salah, Nagarjuna menyatakan bahwa pandangan salah yang satu ini
tidak dapat diobati lagi. Karena ajaran Sunyata ini sedemikian mendalam, maka
tidak sepantasnya dipandang sebagai sekadar 'kosong'.
Ajaran Madhyamika ini awalnya banyak
terdapat di Pegunungan Himalaya, seperti di Tibet, Nepal, Bhutan, Sikkim, tetapi
sekarang telah ada di berbagai negara Asia dan
di negara Barat. Ajaran Vajrayana secara umum di berbagai negara lebih
dikenal sebagai ajaran agama Buddha Tibet, yang
merupakan bagian dari Mahayana dan
diajarkan langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk
dipraktikkan oleh umat perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah),
ataupun umat yang memutuskan untuk hidup sebagai biksu di vihara Vajrayana.
Di beberapa negara (terutama di Asia), banyak
sekali anggapan bahwa Vajrayana merupakan ajaran mistik, penuh dengan kegaiban.
Hal ini sebenarnya tidaklah benar. Dalam Vajrayana, terdapat banyak sekali
metode dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Vajrayana yang memiliki
kemampuan luar biasa, tetapi hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini
sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini
harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita
pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki.
Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan
utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi)
ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya
justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus
dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka
mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan
Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan/ketidaktahuan
(Moha) yang dimiliki.
Sang
Buddha sering berpesan kepada murid-murid-Nya, bahwa mereka tidak boleh
memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia.
Demikian pula, para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan
kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi
materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada
murid-murid dekat, ataupun pada orang tertentu yang memiliki hubungan karma
dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan,
ketidaktahuan, kekotoran batin, ataupun karena kurangnya devosi dalam diri
murid tersebut.
Menurut catatan, banyak sekali praktisi
tinggi Vajrayana yang memiliki kemampuan (siddhi) yang luar biasa, misalnya:
menghidupkan kembali ikan yang telah dimakan (Tilopa), terbang di angkasa
(Milarepa), membalikkan arus Sungai Gangga (Biwarpa), menahan matahari selama
beberapa hari (Virupa), mencapai tubuh pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya
meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti), berlari melebihi kecepatan kuda,
mengubah batu jadi emas atau air jadi anggur, memindahkan kesadaran seseorang
ke alam suci Sukavati (yang dikenal dengan istilah phowa), dapat
meramalkan secara tepat waktu serta tempat kematian & kelahirannya kembali
(H. H. Karmapa), lidah dan jantung yang tidak terbakar ketika dikremasi,
terdapat banyaknya relik dari sisa kremasi, dll. Di dalam Vajrayana, semua
hasil yang kita peroleh dari latihan kita, haruslah kita simpan serapi mungkin,
bukan untuk diceritakan pada orang lain. Sebagai pengecualian, kita boleh
mendiskusikan hal tersebut dengan Guru kita, jika memang ada hal yang kurang
kita mengerti.
Dalam ajaran Vajrayana, hubungan antara seorang Guru dan seorang murid adalah amat
penting. Seorang murid tidak akan pernah memperoleh pencapaian tanpa bantuan
seorang Guru yang berkualitas, karena Guru yang berkualitas merupakan
perwujudan dari Buddha, Dharma, dan Sangha. Di dalam Wajrayana, seorang guru
bisa saja merupakan seorang Yogi (pertapa), seorang His Holliness, seorang
Rinpoche, ataupun seorang Lama. Seorang Guru berkualitas adalah guru yang telah
diakui oleh pimpinan keempat aliran: Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa. Di
dalam Vajrayana, seorang praktisi tidak dilarang untuk menikah, serta juga
tidak diharuskan untuk hidup bervegetarian (Catatan: Pada saat bercocok tanam,
banyak juga makhluk yang terbunuh. Hidup sebagai seorang vegetarian tidaklah
menjadikan kita suci, tergantung motivasi kita. Perilaku kita dalam berlatih
sehari-harilah yang amat menentukan, termasuk di dalamnya: perbuatan/tubuh,
ucapan, serta pikiran kita). Banyak dari Guru Vajrayana yang tidak menikah,
tetapi tidak sedikit juga yang menikah. Pasangan dari seorang Guru Vajrayana
bukanlah seorang wanita biasa, mereka biasanya merupakan seorang dakini (makhluk suci yang telah memperoleh
pencapaian) yang ditugaskan untuk membantu sang Guru dalam memperoleh
pencapaian demi kebahagiaan semua makhluk.
Dalam ajaran Theravada dan Mahayana dikenal
dengan istilah tiga perlindungan, yaitu mengambil perlindungan pada Buddha, Dharma, dan Sangha. Di dalam ajaran Vajrayana,
selain penyerahan total Tubuh, Ucapan, Batin dan berlindung pada Buddha,
Dharma, dan Sangha, terdapat juga 3 akar tambahan, yaitu: penyerahan total
Tubuh, Ucapan, Batin dan berlindung pada Guru, Yidam, dan Protektor/Pelindung
Dharma. Ketika kita berbicara tentang penyerahan total dan
perlindungan, maka terlihat jelas betapa pentingnya kita mencari seorang Guru
yang benar-benar berkualitas, yang hanya dengan bantuan dan berkah yang
diberikan-Nya kita bisa mencapai pencerahan.
Di dalam latihan, amat diperlukan seorang
guru yang berkualitas, sehingga kita perlu berhati-hati dalam
memilih seorang guru (words of my perfect teacher - Patrul
Rinpoche). Seorang guru yang berkualitaslah yang dapat membimbing dan membantu
kita dalam mencapai pencerahan. Kualitas seorang guru dapat kita lihat dari
riwayat silsilah dia (kebanyakan merupakan seorang Tulku) serta adanya pengakuan dari pimpinan keempat aliran (Nyingmapa, Sakyapa,
Kagyudpa, Gelugpa). Hal ini yang menjadi salah satu unsur pokok
dalam Vajrayana. Pada saat lahirnya seorang Tulku (guru berkualitas), biasanya
ditandai dengan adanya tanda alam yang ikut bergembira, misalnya: adanya
pelangi, udara dipenuhi dengan wangi dupa dan bunga, terdengar alunan musik di
angkasa, dll. Pada saat dikremasi, sering lidah dan jantung seorang Tulku tidak
terbakar, adanya tulisan mantra di batok kepala, juga sering ditemukan
relik-relik yang indah. Tidak jarang juga seorang Tulku mencapai tubuh pelangi
saat mereka meninggal (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan
rambut sebagai bukti).
Dalam
melaksanakan latihan, sering dianjurkan untuk berlatih tiap hari secara
disiplin. Banyak guru mengatakan bahwa lebih baik berlatih 10 menit tiap hari,
daripada berlatih 300 menit secara berturut-turut tanpa henti, lalu istirahat
selama sebulan.
Dalam tradisi tertentu, sering ajaran diturunkan
secara rahasia secara lisan dan merupakan silsilah yang tidak terputus dari
seorang guru kepada seorang murid (seperti misalnya ajaran Bisikan Dakini yang
diterima oleh Tilopa langsung dari Dakini, yang diajarkan kepada Naropa, kemudian diturunkan secara rahasia oleh Milarepa hanya kepada seorang murid saja (Gampopa), sang murid juga menurunkan hanya kepada
seorang muridnya, begitu seterusnya, ajaran ini tidak diberikan kepada umum).
Dengan adanya hal-hal seperti ini, sering juga ajaran Vajrayana dikenal dengan ajaran rahasia. Karena praktik Vajrayana tidak terlepas
dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran
Vajrayana sering juga disebut dengan Praktik Rahasia, atau Kendaraan Rahasia.
Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan
latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah
dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka
semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.
Selain itu dalam Vajrayana terdapat juga
latihan Protektor/Pelindung Dharma, latihan Channel, dan Cakra. Jika latihan
ini dipublikasi, maka akan mengakibatkan adanya salah tafsir dari arti latihan
yang sebenarnya, yang banyak terjadi pada mereka yang kurang percaya ataupun
yang tidak mengerti. Sebagai contoh: Jika orang mendengar tentang Buddha, maka
dalam bayangan mereka Buddha digambarkan sebagai sesuatu yang tenang, damai,
dan indah. Namun beberapa gambar Protektor terlihat murka/garang, walaupun
sebenarnya Protektor adalah manifestasi dari Buddha juga. Jika orang awan
melihat hal ini, maka mereka akan mulai mengkritik dan menyalahartikan ajaran
Vajrayana, dan hal ini akan berakibat terjadinya karma buruk, yang tentu amat
merugikan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, dalam latihan tingkat tinggi
Wajrayana, latihan selalu harus dilakukan secara rahasia.
Buddhadharma atau Buddhisme mulai masuk ke Tibet
sekitar abad ketujuh pada masa pemerintahan Raja Songtsen Gampo. Pada abad
kedelapan, Buddhisme mulai berakar di Tibet, yaitu pada masa pemerintahan Raja Trisong
Detsen. Acharya Padmasambhava dan Abbot Shantirakshita membantu
Raja untuk membawa dharma ke Tibet dan menerjemahkan ajaran-ajaran Buddha ke
dalam bahasa Tibet. Semua ajaran dan praktik Buddhisme Tibet berasal langsung
dari Buddha Sakyamuni. Tidak dapat dimungkiri bahwa ajaran
yang berada di Tibet mempunyai hubungan ke suatu tradisi di India. Vajrayana
memiliki 4 tradisi atau silsilah, yakni: Silsilah Nyingmapa, Silsilah Sakyapa,
Silsilah Kagyudpa, dan Silsilah Gelugpa.
Silsilah
Nyingmapa
Artikel utama: Nyingma
Silsilah
Nyingma (sering disebut silsilah Terma) merujuk pada Buddha Samantabhadra,
Vajrasattva, dan Garab Dorje dari Uddiyana. Sosok yang paling penting dalam
Nyingma adalah mahaguru dari India Guru Padmasambhava, sebagai pendiri dari
silsilah Nyingma, yang datang ke Tibet pada abad kedelapan. Padmasambhava
diundang oleh Raja Mindrolling Trichen Trisong Deutsan (742-797) untuk
memusnahkan kekuatan jahat dan mendirikan pusat pengajaran agama Buddha di
Tibet. Ia dikenal dengan nama Guru Rinpoche (guru yang amat berharga). Selama
bertahun-tahun Guru Rinpoche dan Abbot Shantarakshita mengajarkan sutra dan
tantra secara menyeluruh di Tibet. Padmasambhava menyembunyikan secara gaib
ratusan Terma (ajaran dan petunjuk) dalam bentuk: kitab suci, gambar,
artikel/teks upacara agama, yang hanya dapat ditemukan oleh orang tertentu yang
memiliki pencapaian, pada masa depan. Sebagian dari Terma ini telah ditemukan,
dan diajarkan secara rahasia dari guru ke murid. Maka muncullah istilah
silsilah Terma. Pimpinan Nyingma saat ini adalah Yang Mulia Mindrolling Trichen
Rinpoche, yang mendirikan Biara Mindrolling di Clementown, Dehradun, India.
Artikel utama: Sakya (aliran)
Silsilah
Sakya dimulai dari seorang yogi besar India, Virupa (abad ke-9), salah satu
dari 84 Mahasiddhas yang amat terkenal dan memiliki pencapaian serta dapat
melakukan berbagai keajaiban. Melalui Gayadhara (994-1043) silsilah ajaran
diturunkan kepada seorang murid Tibet bernama Drokmi Lotsawa Shakya Yeshe
(992-1072 ). Drokmi Lotsawa kemudian menurunkan silsilah ajaran kepada murid
utamanya, Khon Könchok Gyalpo (1034-1102), yang membangun biara besar di
wilayah Tsang, di pusat Tibet. Tradisi garis silsilah Sakya berhubungan erat
dengan keluarga Khon, yang menurut sejarahnya berasal dari makhluk sempurna
yang memiliki pencapaian tinggi. Silsilah ini berlanjut terus hingga sekarang
sejak masa Könchok Gyalpo (1034-l102), sebagai pendiri tradisi sakya. Pimpinan
silsilah ajaran Sakya saat ini adalah Yang Mulia Sakya Trizin (Ngakwang Kunga
Thekchen Palbar Samphel Ganggi Gyalpo), yang lahir pada tahun 1945 di Tsedong,
Tibet. Yang Mulia Sakya Trizin tinggal di Rajpur, India, dan melakukan
perjalanan ke seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran silsilah Sakya demi
kebahagiaan semua makhluk. Pada tahun 1974, Yang Mulia Sakya Trizin menikahi
Dakmo Tashi Lhakyi dan memiliki dua anak, Ratna Vajra Rinpoche (lahir tahun
1974) dan Jnana Vajra Rinpoche (lahir tahun 1979).
Artikel utama: Kagyu
Silsilah Kagyud dimulai dari Mahasiddha
agung Tilopa (988-1069), salah satu dari 84 mahasiddhas besar India, yang
pertama kali mengembangkan wawasan spontan. Pencapaian ini diperoleh melalui
metode yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni hanya kepada murid terdekat dia.
Tilopa sendiri sebenarnya bukanlah manusia biasa. Ketika Tilopa masih muda, ada
sosok Dakini bertampang seram yang menampakkan diri di hadapannya. Tilopa
menanyakan status, asal usul dan keluarganya, dan Dakini ini menjawab: “Negrimu
adalah Udiyana, ayahmu adalah Chakrasamvara, ibumu adalah Vajrayogini”. Tilopa
kemudian menurunkan garis silsilah Kagyu kepada Naropa (1016-1100) dan diteruskan
kepada Marpa Lotsawa (1012-1097), berlanjut kepada Milarepa (1052-1135) seorang
yogi yang amat terkenal di Tibet, yang mencapai pencerahan dalam 1 kehidupan
(Milarepa awalnya adalah seorang dukun aliran Bon yang berilmu amat tinggi,
yang telah membunuh penduduk sebuah desa dengan jalan menciptakan batu besar
dan menjatuhkannya dari langit, serta menciptakan kalajengking dan kelabang
sebesar sebuah rumah). Milarepa memperoleh pencerahan di bawah bimbingan yang
amat keras dari gurunya, Marpa Lotsawa. Karena keuletan dan devosi yang besar
terhadap Dharma, Milarepa berlatih dengan keras, tanpa mengenal lelah setiap
detik, hingga tidak memikirkan makan serta hal duniawi lainnya. Dengan
memperhatikan pikiran yang muncul, membuang semua noda batin, akhirnya Milarepa
mampu mencapai pencerahan hanya dalam 1 kehidupan dan memiliki banyak sekali
kemampuan supranatural. Milarepa menurunkan silsilah pada Gampopa (1079-1153),
yang kemudian diturunkan kepada Karmapa I – Dusum Kyenpa (1110-1193) dan
berlanjut hingga sekarang pada Karmapa XVII - Trinley Thaye Dorje (lahir tahun
1983). Silsilah Kagyud dapat dibagi menjadi 4 aliran besar dan 8 aliran kecil.
Keempat aliran besar tersebut adalah: Phaktru ('phag gru) Kagyud, Kamtsang (kam
tshang) atau disebut juga Karma (kar ma) Kagyud, Tsalpa (tshal pa) Kagyud, dan
Barom ('ba' rom) Kagyud. Sedangkan 8 aliran kecil merupakan subbagian dari
Phaktru Kagyud, yaitu: Drikhung Kagyud, Drukpa Kagyud, Taklung Kagyud, Yasang
Kagyud, Trophu Kagyud, Shuksep Kagyud, Yelpa Kagyud, serta Martsang Kagyud.
Pimpinan dari Silsilah Kagyud saat ini adalah Yang Mulia Karmapa XVII - Trinley
Thaye Dorje, yang merupakan reinkarnasi ke-17 Karmapa, dan sekarang hidup di
pengasingan di India. Beliau diyakini sebagai emanasi dari Bodhisattva
Chenrezig, dan akan menjadi Buddha ke-6 yang membabarkan dharma pada masa yang
akan datang, dengan nama Buddha Simha (setelah Boddhisatva Maitreya sebagai
Buddha ke-5 yang akan lahir kembali terakhir kali sebagai Pangeran Ajita). Buddha Sakyamuni-yang terlahir sebagai pangeran
Sidharta Gautama-merupakan Buddha ke-4, Buddha saat ini (akan ada 1002 Buddha
dalam Kalpa ini). Buddha Simha (H. H. Karmapa) ini telah diramalkan oleh Sang
Buddha sendiri dan tertulis dalam Bhadrakalpa Sutra (ditulis
dalam bahasa Sanskerta).
Artikel utama: Gelug
Silsilah
Gelugpa berasal dari tradisi Kadampa, yang diajarkan oleh guru besar dari
India, Atisha (982-1054). Silsilah Gelugpa ini didirikan oleh seorang guru
besar Tibet, Je Tsongkhapa Lobsang Drakpa (1357-1419). Je Tsongkhapa mendirikan
Biara Gaden (Drok Riwo Ganden) yang menjadi pusat pengajaran silsilah Gelug.
Pimpinan silsilah Gelug disebut dengan Gaden Tripa Rinpoche (pemegang takhta).
Yang Mulia Gaden Tripa Rinpoche saat ini adalah Khensur Lungri Namgyel, yang
merupakan pemegang silsilah ke-101 dari Gaden Tripa (sejak 2003).
Tokoh
yang terkenal dari aliran ini adalah Yang Mulia Dalai Lama XIV. Dia selain
sebagai seorang spiritual, juga seorang tokoh politik Tibet yang disegani
berbagai pihak, termasuk negara Barat. Dalai Lama XIV saat ini hidup di
pengasingan, di Dharamsala (India).
Komentar
Posting Komentar